Mengenal AI, Machine Learning dan Deep Learning untuk Otomasi Marketing
Bermula di era Yunani Kuno,
kecerdasan buatan mengalami pertumbuhan signifikan sampai hari ini. Setidaknya,
hal tersebut tergambar dari peningkatan dana investasi di bidang kecerdasan
buatan. Menurut situs forbes.com, investasi di bidang kecerdasan buatan
mengalami pertumbuhan dari 29 Juta USD (386 triliun rupiah, kurs Rp. 13.300)
menjadi 39 Juta USD (519 triliun Rupiah, kurs Rp. 13.300) di tahun 2016.
Pertumbuhan ini meningkat 3x dibanding tahun 2013.
Perusahaan teknologi seperti Google, Baidu, Amazon,
bahkan Netflix tercatat menambah anggaran untuk pengembangan kecerdasan buatan
pada platform-nya. Pun perusahaan di bidang teknologi, otomotif,
telekomunikasi, dan finansial sangat antusias untuk mengaplikasikan kecerdasan
buatan pada produk atau service-nya.
Dikutip dari artikel berjudul “How
artificial intelligence can deliver real value to companies”, ketertarikan
perusahaan terhadap kecerdasan buatan tidak lain karena teknologi ini mampu
meningkatkan revenue dan sekaligus menghemat pengeluaran perusahaan. Selain
itu, efektivitas perusahaan pun meningkat dengan menyelaraskan teknologi
kecerdasan buatan dengan kebutuhan. Sebut saja seperti perusahaan produsen
mobil. Penggunaan kecerdasan buatan akan menghemat biaya operasional produksi
dan berpotensi membantu perusahaan untuk menciptakan kendaraan self-driving.
Bagi perusahaan finansial, kecerdasan buatan dipakai untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan.
Dari sisi pemasaran digital, situs eMarketer
mengutip hasil survei NewBase dimana kemampuan kecerdasan buatan sangat menarik
perhatian para marketer dunia (Amerika, Asia-Pasifik, Eropa, Timur Tengah, dan
Afrika). Perhatian mengenai kecerdasan buatan oleh pelaku industri pemasaran
digital meningkat dari 13% menjadi 30% persen. Proses pengumpulan data,
analisis, dan penentuan strategi pemasaran membutuhkan waktu cukup lama dan
biaya tidak murah. Kecerdasan buatan mampu menyelesaikan proses tersebut tidak
lebih dari 30 menit disertai biaya yang lebih hemat.
Berdasar dari Survei NewBase yang dilakukan pada Maret hingga April
2017, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) menempati peringkat ke-7.
Meski begitu, fenomena big data yang berada di posisi kedua secara tidak
langsung akan mendorong kecerdasan buatan menjadi sangat penting. Arus
informasi yang cepat dan jumlah data yang semakin bertumpuk-tumpuk membutuhkan
teknologi baru untuk menyederhanakan kedua hal tersebut. Di sinilah peran
penting kecerdasan buatan. Kemampuan teknologi kecerdasan buatan dalam
mengelola data dalam jumlah besar menempatkannya
sebagai teknologi paling dibutuhkan saat ini. Bukan hanya bagi perusahaan.
Bagi masyarakat, kecerdasan buatan amat membantu kehidupan sehari-hari.
Ambil contoh teknologi ramalan cuaca, penyaring e-mail spam, prediksi di mesin
pencari, mengurangi berita bohong (hoax) di media sosial, serta memberi
rekomendasi berita relevan di berbagai news platform. Semua teknologi yang
biasa bersentuhan langsung dengan manusia tersebut sudah mengimplementasikan
teknologi kecerdasan buatan, meski masih tergolong sederhana. Menariknya, sisi
“dapur” teknologi kecerdasan buatan sebenarnya serupa dengan kemampuan manusia.
Konsep Artificial Intelligence, Machine Learning, dan Deep Learning
Bagaimana kecerdasan
buatan mampu membedakan email spam atau bukan? Atau bagaimana pula sebuah mesin
mampu mengotomasi proses marketing yang kompleks menjadi lebih efektif dan
efisien? Sebelum jauh melangkah, kita buat kesepakatan terlebih dulu soal
istilah “mesin”. Kata “mesin” di paragraf selanjutnya bermakna mesin secara
fisik dan atau program komputer.
Cara kerja kecerdasan
buatan hampir mirip dengan kemampuan manusia dalam memproses informasi. Mulai
dari menerima, menyimpan, mengolah, memutuskan, dan mengubah informasi menjadi
beragam rupa. Tahapan ini disebut sebagai intelligence cycle. Bagi manusia,
setiap tahap intelligence cycle di-manage oleh organ tertentu (indra, saraf,
dan otak). Pun demikian pada kecerdasan buatan.
Pada
perkembangannya, kecerdasan buatan melahirkan tiga istilah yaitu Artificial
Intelligence, Machine Learning, dan Deep Learning. Ketiganya saling berkaitan
satu sama lain dan berperan sebagai ilustrasi dari intelligence cycle.
Sederhananya, Machine Learning adalah bagian dari Artificial Intelligence dan
Deep Learning adalah bagian dari Machine Learning. Ketiga istilah tersebut
merupakan satu kesatuan dengan tujuan yang sama, yaitu kecerdasan buatan.
Artificial Intelligence
Artificial Intelligence merupakan gagasan awal kecerdasan
buatan, dimana sebuah mesin (atau program komputer) memiliki kemampuan belajar
secara “mandiri” dan mampu beradaptasi dengan informasi baru. AI diproyeksi
sebagai mesin dengan kemampuan berperilaku, berpikir, dan mengambil keputusan
serupa manusia atau bahkan mengalahkan manusia.
AI sendiri terbagi menjadi dua macam yaitu AI lemah
dan AI kuat. AI lemah dibuat untuk menuntaskan tugas-tugas sederhana. AI
semacam ini sudah bisa kita temui berupa asisten digital seperti Siri dan Cortana.
Meski mampu memprediksi cuaca secara tepat, asisten digital ini tidak mampu
membaca dan menghapus email tidak penting karena belum mampu berperilaku di
luar program orisinilnya. Sedangkan AI kuat, ia dapat mempelajari hal-hal baru
dan memodifikasi basis kodenya sendiri. Supaya menjadi AI kuat, kecerdasan
buatan memerlukan sebuah sistem kinerja tertentu. Dan, itu
berhubungan istilah Machine Learning.
Machine Learning
Machine
Learning merupakan upaya “mendidik” mesin supaya memiliki kemampuan untuk belajar
dari pengalaman melalui sekumpulan set kasus. Pemberian set-set kasus ini
bertujuan supaya mesin memiliki gambaran general mengenai informasi. Apabila
muncul kasus baru, menggunakan teknik tersebut, mesin diharapkan mampu
menciptakan keputusan dengan tingkat akurasi tinggi berdasarkan elemen-elemen
di dalam informasi (aspek, kriteria, karakteristik, faktor, dan akibat) yang
sudah ia terima sebelumnya.
Machine
learning dibangun menggunakan algoritma tertentu, contohnya decision tree learning dan association rule learning. Algoritma machine learning terinspirasi oleh cara kerja
neuron otak manusia berupa jaringan saraf buatan, dimana jaringan saraf
tersebut memiliki beberapa lapisan. Jaringan saraf berperan sebagai penghubung
antar lapisan, sedangkan lapisan-lapisan menjadi pos pengumpul informasi
berdasar proses penyaringan tertentu dari jaringan saraf.
Ilustrasi
sederhananya seperti demikian. Informasi baru muncul. Ia akan masuk ke lapisan
pertama. Setiap jaringan saraf meneruskan informasi tersebut berdasarkan
kategori, karakter, dan atau unsur tertentu ke lapisan kedua. Karena setiap
jaringan memiliki pola kerja sendiri-sendiri, maka output masing-masing
jaringan akan berbeda satu dengan yang lain. Pada lapisan kedua, informasi akan
kembali didistribusikan ke lapisan selanjutnya melalui jaringan saraf hingga
menghasilkan output akhir yang “tepat”.
Lapisan-lapisan
tersebut bukan hanya menjadi pos pengumpul informasi atau output, ia berperan
pula sebagai lokasi pembanding antar output yang berasal dari jaringan saraf.
Semakin banyak informasi yang masuk, maka semakin beragam output yang diterima
dan dibandingkan. Pola ini akan terus berjalan hingga ditemui sebuah output
sesuai kebutuhan. Bagi mesin, pola ini membantu dirinya untuk mempelajari dan
mengidentifikasi informasi. Di tahap selanjutnya, ia juga mampu mencipta
keputusan dengan tingkat akurasi tinggi.
Supaya
sebuah kecerdasan buatan memiliki kemampuan seperti ilustrasi sebelumnya,
dibuatlah 3 metode pembelajaran bagi mesin, yaitu:
- Supervised Learning. Mesin diberi seperangkat
kasus berlabel (training set) dan diminta membuat model umum untuk
melakukan tindakan dari kasus lain.
- Unsupervised Learning. Mesin diberi seperangkat
kasus tanpa label dan diminta untuk menemukan pola di dalamnya. Metode ini
bertujuan supaya mesin mampu menemukan pola tersembunyi pada sebuah kasus.
Reinforcement Learning. Mesin diminta untuk mengambil tindakan dan
diberi hadiah. Sistem harus mempelajari tindakan mana yang akan menghasilkan
penghargaan dalam situasi tertentu.
Meski
bisa dibilang lebih “maju” dibanding AI, Machine learning akan
mengalami masalah apabila dihadapkan pada data resource yang
banyak. Oleh sebab itu, tahap ini akan dikondisikan oleh Deep learning.
Deep Learning
Deep
Learning merupakan bagian Machine Learning yang berfokus pada area algoritma.
Deep Learning terinspirasi dari proses bagaimana otak bekerja untuk mendapatkan
pengetahuan. Khususnya soal bagaimana menghubungkan jutaan data yang kompleks
menjadi satu kesatuan informasi yang utuh (pengetahuan baru). Konsep ini sering
diistilahkan sebagai Deep Structured Learning atau Hierarchical Learning.
Deep
Learning dibangun berdasarkan
ide Artificial Neural Networks dimana sebuah mesin mampu mengolah sejumlah
besar data dengan memperdalam (menambahkan lebih banyak lapisan) jaringan.
Semakin banyak jumlah jaringan, semakin cermat mesin untuk “mengupas”
satu-persatu data mentah dari informasi yang ia peroleh. Teknik ini
disebut Hierarchical Feature Learning dimana sebuah mesin
mampu mempelajari informasi kompleks (konsep rumit) dengan membangun konsep
baru yang lebih sederhana. Deep Learning menciptakan mesin dengan kemampuan
olah data yang akurat. Bahkan, semakin banyak data yang diberikan, semakin baik
kinerjanya.
Sebagai
penjelas perbedaan kemampuan antar tiga istilah kecerdasan buatan (AI, Machine Learning dan Deep Learning) di atas, berikut ilustrasi sederhananya:
Kapan kecerdasan buatan dibutuhkan?
Amazon Web Services memberi petunjuk kapan kecerdasan buatan patut
digunakan. Yang intinya, kecerdasan buatan sepatutnya digunakan ketika Anda
menemui sebuah masalah dengan beragam sebab, faktor, dan akibat yang kompleks.
Kecerdasan buatan akan membantu Anda menyederhanakan semua hal tersebut
berdasar kelas-kelas tertentu dan menghasilkan keputusan yang akurat. Kemampuan
kecerdasan buatan yang seperti demikian selaras dengan perkembangan dunia
digital mengenai fenomena big data.
Istilah “Big Data” merupakan kumpulan data berukuran sangat besar yang
kemudian akan dianalisa atau diolah lagi untuk keperluan tertentu seperti
membuat keputusan (decision making), prediksi, dan lainnya. Hingga tahun
2015, pemanfaatan big data sudah merambah ke berbagai bidang ekonomi, seperti
agrikultur, pajak, teknologi wearable, sektor kesehatan, teknologi bahasa, dan
pemasaran. Sayangnya, metode pengolahan jutaan data masih bersifat manual.
Jikalau sudah berbasis digital, proses pengolahan cenderung lama dan kompleks.
Ambil contoh pemanfaatan big data di bidang pemasaran. Di bidang ini,
proses pengolahan big data membutuhkan 9 tahapan supaya menghasilkan hasil yang
sesuai ekpektasi. Sembilan tahan tersebut yaitu data source, data cleaning,
keyword research, define campaign structure, create campaign, create ad group,
create ad creative, dan monitoring campaign. Ilustrasi lengkapnya seperti di
bawah ini.
Imbas dari 9 tahapan tersebut, pengiklan membutuhkan dana besar dan
waktu lama untuk menghasilkan campaign goal yang sesuai kebutuhan bisnis.
Namun, tidak demikian bila menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Efektifitas
dan efisiensi waktu-biaya akan menigkat. Setidaknya, manfaat penggunaan
kecerdasan buatan pada proses pemasaran sudah dirasakan oleh 4 stratup tanah
air, yaitu Qlapa, Blanja, MisterAladin, dan LOKAmedia.
Dari sisi
biaya, kecerdasan buatan menghemat 30% anggaran pemasaran. Selain itu,
persentase Conversion Rates (CR) pun meningkat hingga 150% selama 2 bulan.
Bahkan, proses merancang dan optimasi strategi pemasaran bisa dilakukan lebih
cepat 120x dibanding sebelumnya. Kenapa bisa demikian? Kecerdasan buatan mampu
menerima jutaan bahkan ratusan juta data, mengolahnya, dan menghasilkan
informasi dengan akurasi tinggi sehingga tahapan proses lebih singkat.
Proses
pengolahan data resource hingga eksekusi pemasaran hanya membutuhkan waktu 10
menit dengan 4 tahapan sederhana. Proses pemasaran yang kompleks dan lama
menjadi lebih efektif dan efesien. Para pengiklan pun tidak perlu menghabiskan
hingga 30 hari hanya untuk merancang strategi pemasaran yang tepat bagi market.
REFERENSI :